Sosiologi Berfungsi Mengkaji Realitas Sosial

Sosiologi Berfungsi Mengkaji Realitas Sosial
Sosiologi Berfungsi Mengkaji Realitas Sosial
Perkembangan sosiologi di Indonesia menghasilkan para pemikir yang senantiasa kritis terhadap realitas sosial. Hasil pemikiran sosiologi memang tidak secara langsung dirasakan dalam proses pengembangan masyarakat. Akan tetapi, sumbangannya sangat besar dalam bentuk analisis dan evaluasi mendasar tentang berbagai hal yang tidak mampu diberikan oleh bidang ilmu lain.

Bahkan, sosiologi terapan mampu menangani masalah sosial praktis dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang sosiolog yang melakukan kajian mengenai kemiskinan di Sikka Nusa Tenggara Timur atau masyarakatmasyarakat lain di Indonesia akan menghasilkan analisis yang akurat, kemudian berdasarkan analisis itu dibuat kajian untuk menemukan langkah-langkah mengatasi kemiskinan tersebut. 

Dengan begitu, sosiologi telah berperan sebagai ilmu terapan. Untuk mewujudkan peran seperti contoh di atas, sosiologi berusaha mengupas realitas sosial untuk mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi di balik fenomena sosial. Sosiologi tidak mau begitu saja menerima apa yang tampak di permukaan sebelum mengungkap apa yang tersembunyi di baliknya.

Kasus kemiskinan pada contoh di atas, tentu memiliki kaitan dengan berbagai aspek di masyarakat yang bersangkutan. Aspek-aspek itu antara lain kondisi lingkungan, nilai sosial yang dianut masyarakat, struktur sosial, nilai dan norma sosial, dan bahkan kebudayaan. Suatu daerah boleh saja miskin sumber daya alam, tetapi kalau masyarakatnya menjunjung tinggi nilai kreativitas, berusaha dan memiliki etos kerja tinggi, maka kemiskinan dapat diatasi sendiri. Sebaliknya, suatu daerah yang kaya sumber daya alam tetapi masyarakatnya malas bekerja, tentu kesejahteraan hidup tidak akan tercapai.


Aspek Kajian Sosiologi dalam Kehidupan Manusia


#1. Berbagai Realitas Sosial di Masyarakat 


Untuk memahami suatu masyarakat, tidak dapat dilakukan sekaligus secara menyeluruh. Sebab, masyarakat terbentuk oleh berbagai aspek. Aspek-aspek itu merupakan suatu realitas yang menyusun masyarakat. Apabila masyarakat diibaratkan sebagai sebuah rumah, maka bagian-bagian yang menyusunnya adalah tiang, dinding, atap, pondasi, dan sebagainya. Demikian juga masyarakat, tersusun atas berbagai realitas sosial. Untuk memahami suatu masyarakat, kita harus memahami berbagai realitas sosial yang membentuk masyarakat itu. 

Dalam istilah yang digunakan oleh Emile Durkheim, realitas sosial disebut fakta sosial. Fakta sosial adalah cara-cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang bersumber pada satu kekuatan di luar individu, bersifat memaksa dan mengendalikan individu, serta berada di luar kehendak pribadi individu. Emile Durkheim merinci fakta sosial meliputi hukum, moral, kepercayaan, adat-istiadat, tata cara berpakaian, dan kaidah ekonomi yang berlaku di masyarakat. 

Apakah Anda dapat menghindar dari aturan adat-istiadat daerah? Bagaimana jika Anda memaksakan diri melanggar tata tertib berlalu lintas di jalan raya? Aturan-aturan itu sudah ada di masyarakat bahkan mungkin sejak Anda belum lahir, yang mau tidak mau harus dipatuhi. 

Secara lebih rinci, Soerjono Soekanto (1982) menyatakan, bahwa suatu masyarakat tersusun oleh tujuh realitas sosial, yaitu sebagai berikut.

a. Interaksi Sosial 

Ketika Anda bercakap-cakap dengan teman atau menghadap guru, berarti Anda telah melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial adalah cara-cara hubungan yang dapat dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu. Interaksi sosial dapat berupa hubungan antarpribadi, antara individu dengan kelompok, antarkelompok, dan antara individu dengan lingkungan.

b. Kebudayaan 

Sebagai makhluk yang memiliki akal dan budi, manusia menciptakan kebudayaan untuk melindungi diri dan memenuhi kebutuhan hidupnya.  Misalnya, dalam usaha melindungi diri dari cuaca, manusia menciptakan pakaian dan rumah. Untuk melindungi diri dari ancaman binatang buas, manusia menciptakan berbagai macam alat perlindungan.  Kebudayaan yang diciptakan manusia ini juga termasuk fakta sosial yang dikaji sosiologi.

c. Nilai dan Norma Sosial 

Apakah Anda dapat membayangkan hidup di dalam masyarakat tanpa aturan-aturan yang harus dipatuhi bersama? Apa yang akan terjadi apabila anak-anak di rumah merasa tidak perlu menghormati orang tuanya, dan orang tua merasa tidak perlu bertanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya? Apa yang akan terjadi apabila para siswa di kelas merasa tidak wajib menghormati guru dan teman-temannya; para pengendara kendaraan di jalan bebas sebebasbebasnya memakai jalan; dan para penjahat dibiarkan saja tanpa hukuman? 

Tentu yang terjadi adalah kekacauan. Di situlah peran nilai dan norma sosial. Nilai sosial adalah sesuatu yang bersifat abstrak berupa prinsip-prinsip, patokan-patokan, anggapan, maupun keyakinan-keyakinan yang berlaku di suatu masyarakat. Prinsip-prinsip dalam nilai sosial itu menyangkut penilaian apakah sesuatu baik, benar, dan berharga yang seharusnya dimiliki dan dicapai oleh warga masyarakat. 

Norma sosial merupakan bentuk konkret dari nilai-nilai sosial yang berupa peraturan, kaidah, atau hukuman. Nilai dan norma sosial merupakan fakta yang ada dalam masyarakat, sehingga tidak bisa diabaikan dalam studi sosiologi.

d. Stratifikasi Sosial 

Di sekolah, Anda pasti merasa adanya perbedaan hak dan kewajiban antara guru dan murid. Di masyarakat atau desa juga terjadi perbedaan kedudukan seperti itu, misalnya si A termasuk orang kaya, sedang si B termasuk orang miskin. Bahkan, dalam masyarakat tradisional kita juga sering dibedakan adanya golongan bangsawan ( priyayi ) dengan golongan orang kebanyakan. Kenyataan bahwa manusia dalam masyarakat memiliki strata berbeda, tidak boleh diabaikan dalam kajian sosiologi, karena perbedaan itu memberikan dampak pada hubungan dengan kelompok lain dengan segala akibat baik dan buruknya. 

e. Status dan Peran Sosial

Status sosial dapat disamakan dengan kedudukan, peringkat atau posisi seseorang dalam masyarakat. Di dalam suatu status, terkandung sejumlah hak dan kewajiban. Misalnya, seorang yang berstatus sebagai siswa, maka dia memiliki hak untuk mendapatkan ilmu dan sekaligus memiliki kewajiban untuk belajar dengan tekun. Status sosial berkaitan erat dengan peran sosial. Status bersifat pasif, sedangkan peran sosial bersifat dinamis. 

Peran sosial adalah tingkah laku yang diharapkan muncul dari seseorang yang memiliki status tertentu. Misalnya, tingkah laku yang diharapkan dari seorang yang berstatus siswa adalah rajin belajar, hormat kepada guru, dan lain-lain. Baik peran maupun status sosial turut mewarnai keberadaan suatu masyarakat, karena itu turut dipelajari dalam sosiologi.

f. Perubahan Sosial

Suatu masyarakat bukanlah komunitas pasif dan monoton melainkan selalu mengalami perubahan-perubahan. Misalnya, perubahan sistem dunia politik di Indonesia yang semula terdiri atas tiga partai politik menjadi sistem multipartai, mau tidak mau telah mengubah tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Demikian juga, apabila di kelas Anda tiba-tiba diberlakukan tata tertib baru, tentu para siswa akan menyesuaikan dengan aturan baru itu. Sehingga terjadilah perubahan sosial. Kenyataan di masyarakat yang selalu berubah seperti itu juga dikaji dalam sosiologi.

#2. Hubungan Antarrealitas Sosial 


Enam aspek di atas saling berhubungan, saling memengaruhi, dan saling menentukan. Aspek yang satu berpengaruh terhadap aspek yang lain, dan sebaliknya. Hubungan yang terjadi antaranggota masyarakat, mencerminkan adanya hubungan antarrealitas sosial yang ada. Misalnya, ketika Anda bergaul sesama teman sehari-hari di sekolah maupun di rumah, pasti berbeda dengan cara Anda bergaul dengan guru. 

Dalam pergaulan itu berbagai kenyataan sosial yang melatarbelakangi Anda, teman, dan guru Anda sangat berpengaruh. Apabila bergaul dengan sesama teman, Anda lebih bebas, misalnya dengan menyebut namanya secara langsung. Akan tetapi, dalam bergaul dengan guru, Anda tidak mungkin melakukan hal itu, kecuali kalau ingin disebut anak yang tidak sopan. Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa setiap unsur realitas sosial saling berhubungan. 

Berikut ini dijelaskan adanya hubungan antarrealitas sosial itu.

a. Hubungan antara Nilai Sosial dengan Interaksi Sosial 

Berlangsungnya suatu interaksi sosial di masyarakat tidak dapat dilepaskan dari pengaruh nilai-nilai yang berlaku di masyarakat itu. Hal ini terjadi karena seseorang dalam bertindak harus memperhatikan prinsip-prinsip yang berlaku. Misalnya, ketika ada orang asing menanyakan alamat tertentu, maka dengan senang hati Anda akan menjawabnya sejelas mungkin. Itu karena tindakan Anda didasari oleh kesadaran menjunjung tinggi nilai tolong-menolong.

b. Hubungan antara Norma Sosial dengan Interaksi Sosial 

Agar pergaulan dalam masyarakat tertib dan teratur dibutuhkan aturanaturan atau norma-norma yang dapat mengarahkan interaksi sosial. Sebaliknya, interaksi sosial yang dilakukan seseorang akan selalu dipengaruhi oleh normanorma yang berlaku.

c. Hubungan antara Status dan Peranan Sosial dengan Interaksi Sosial 

Setiap orang memiliki status dan peran tertentu di dalam masyarakat yang harus dijalankannya. Seorang yang berstatus sebagai ustad atau pendeta memiliki peran sebagai pembimbing masyarakat dalam kehidupan beragama. Dengan peran sebagai pembimbing, maka tingkah laku atau tindakan sosial seorang pemuka agama tersebut harus mencerminkan perilaku yang dapat dicontoh. Di sinilah terlihat hubungan antara status dan peran sosial dengan interaksi sosial. Status sosial memberi bentuk dan pola terhadap interaksi sosial. 

Perbedaan antara status dan peran sosial menimbulkan konsekuensi terhadap tindakan dan interaksi sosial. Misalnya, dalam hal hubungan antara orang yang lebih tua dengan seorang anak yang lebih muda. Orang yang lebih tua memanggil seorang anak cukup dengan menyebut namanya langsung, tetapi seorang anak kalau memanggil orang yang lebih tua harus menyebut dengan kata “pak”, “kak”, atau “om” walaupun tidak ada hubungan kekeluargaan atau kekerabatan antarkeduanya. 

Dalam lingkungan yang lebih luas, misalnya dalam pergaulan di antara warga masyarakat Jawa. Perbedaan status dan peran sosial juga memengaruhi pola berinteraksi. Seorang warga masyarakat biasa, apabila harus menemui seorang pejabat harus berdiri dengan sedikit membungkuk dan kedua tangan menjuntai di depan sambil jari-jemarinya berjalinan ( ngapurancang ).

d. Hubungan antara Kebutuhan Dasar, Norma, dan Istitusi Sosial 

Manusia yang tinggal di dalam suatu masyarakat memiliki kebutuhan dasar, salah satunya yaitu pengaturan ikatan kekeluargaan. Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan itu, diciptakanlah seperangkat norma. Norma seperti ini, mungkin berbeda dengan norma sejenis yang dimiliki masyarakat lain. 

Misalnya serangkaian norma itu adalah: 
  1. Seorang lelaki yang telah cukup dewasa dapat menikahi seorang wanita yang cukup dewasa, 
  2. Pernikahan di antara lelaki dan wanita berdasarkan rasa cinta yang tulus, 
  3. Pernikahan diatur sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut, 
  4. Seorang lelaki hanya boleh menikahi seorang perempuan, dan sebaliknya, 
  5. Pergaulan lelaki dan wanita tidak boleh melanggar batas tertentu apabila keduanya belum menikah, 
  6. Seorang suami wajib memberi nafkah lahir dan batin kepada istrinya, 
  7. Seorang istri wajib patuh kepada suaminya, dan 
  8. Apabila terpaksa terjadi perceraian, maka diselesaikan melalui pengadilan yang akan menentukan hak dan kewajiban masing-masing. Semua norma itu saling berkaitan dan membentuk suatu rangkaian norma yang disebut sebagai institusi perkawinan atau pranata keluarga.
e. Hubungan antara Peran Sosial dengan Kebudayaan 

Peran sosial tidak terjadi secara naluriah, tetapi dipelajari dari kebudayaan masyarakat. Kebudayaanlah yang menentukan bagaimana seharusnya setiap orang berperan. Orang mempelajari banyak peran selama masa kanak-kanaknya dengan mengamati orang tuanya dan orang dewasa lainnya.

f. Hubungan antara Kelas Sosial dengan Interaksi Sosial 

Kelas sosial memengaruhi tingkah laku seseorang, nilai-nilai yang dianut, dan gaya hidup orang yang berada dalam kelas sosial tersebut. Orang-orang yang berasal dari kelas atas misalnya. Orang-orang kelas atas menyadari akan posisi mereka yang istimewa dan mencoba menjaga keistimewaan itu dengan melakukan perkawinan hanya dengan orang-orang yang berasal dari kelas mereka sendiri. Lain lagi dengan orang-orang dari kelas bawah yang pada umumnya kurang berpendidikan, mereka bekerja pada bidang-bidang yang tidak membutuhkan keterampilan khusus.

Demikian sekilas informasi mengenai Sosiologi Berfungsi Mengkaji Realitas Sosial. Semoga bermanfaat, dan jangan lupa share informasi ini kepada rekan-rekan semuanya njeh, salam.

0 Response to "Sosiologi Berfungsi Mengkaji Realitas Sosial"

Silakan masukkan komentar Sobat di bawah ini. Komentar di luar topik dan menanamkan link hidup atau mati tidak akan dimunculkan. Terimakasih. Salam